POLITIK
HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA
-
Hikmahanto Juwana –
Nama : Suri Putri Pertami
Kelas : 2EB08
NPM : 26211948
D.
MASALAH DALAM MENERJEMAHKAN POLITIK
HUKUM KE DALAM PRODUK HUKUM
Keberhasilan
dalam menterjemahkan politik
hukum akan berpengaruh dalam tahap implementasi dari UU dan pasal-pasalnya. Dari hasil penelitian terhadap UU bidang ekonomi ternyata lemahnya hukum di Indonesia tidak disebabkan
semata-mata pada permasalahan yang ada
dalam tahap implementasi. Permasalahan
juga muncul pada tahap pembentukan
UU (law making process). Tahap ini adalah
tahap sebelum UU diundangkan. Berikut
akan dibahas beberapa permasalahan yang
muncul.
a. Konflik
Penentuan Politik Hukum dalam Pembuatan
UU
Sumber
permasalahan pertama yang dapat
diidentifikasi adalah adanya ketidaktegasan
pembentuk UU dalam penentuan politik
hukum, terutama Kebijakan Pemberlakuan. Ini
terjadi bila antara Presiden dan DPR terjadi ketidaksesuaian,
bahkan sering pula terjadi di tingkat departemen pada saat
rancangan UU dipersiapkan. Ketidaktegasan juga terjadi pada tingkat fraksi yang ada dalam DPR. Sulitnya menentukan politik hukum karena adanya perbedaan
kepentingan. Contoh kongkrit adalahUU Ketenagakerjaan di mana terdapat pertentangan kepentingan yang berasal dari faktor
internal dan faktor eksternal. Merespons kebutuhan
masyarakat harus berbenturan dengan
menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian dalam penentuan
politik hukum maka pembentuk UU menyelesaikan
melalui dua cara. Pertama adalah dengan
cara penentuan pemenang. Apabila ketidaksesuaian
terjadi antara presiden dan DPR maka
ini sangat bergantung dari tarik ulur antardua
lembaga ini. Siapa yang mendapat dukungan
rakyat akan memenangkan tarik ulur ini.
Artinya rakyat menjadi tolok ukur untuk menentukan
siapa yang akan keluar sebagai pemenang.
Apabila ketidaksesuaian terjadi dilingkungan
eksekutif maka penentuan kebijakan
pemberlakuan akan diserahkan
kepada
presiden. Sementara ketidaksesuaian yang
terjadi ditingkat fraksi, pemungutan suara yang akan menyelesaikan.
b.
Kekurangcermatan Perancang UU
Perancang
UU memiliki peran sangat penting
dalam memastikan agar politik hokum dapat
diimplementasikan pada saat UU berlaku. Cara
memastikan ini adalah dengan merumuskan
politik hukum ke dalam perumusan pasal dan
ayat sejelas dan seakurat mungkin. Apabila
politik hukum telah ditetapkan makamenjadi tugas dari perancang UU untuk menuangkan
politik hukum tersebut ke dalam bentuk
peraturan perundang-undangan dan kalimat-kalimat
hokum. Perumusan pasal sangat penting mengingat
aparat penegak hukum nantinya tidak akan merujuk pada konsep melainkan melihat pada perumusan
pasal. Beberapa kelemahan UU bidang ekonomi terjadi pada saat konsep tertentu hendak dijadikan
kalimat hukum. Alasan yang menjadi pemicu ada
beberapa, di antaranya ketidakcukupan
waktu, perancang UU tidak memahami
sepenuhnya kebijakan dasar maupun
pemberlakuan dari UU yang hendak dirancang
atau kurang cermat dalam merumuskan
pasal, bahkan pemahaman yang kurang baik dari perancang terhadap suatu konsep
juga ditenggarai sebagai penyebab. Kelemahan
ini berakibat pada rumusan pasal yang
berlainan dengan politik hukum yang diinginkan.
E. PENUTUP
Politik
hukum di Indonesia dapat dibedakan
dalam dua dimensi, yaitu kebijakan dasar dan
kebijakan pemberlakuan. Kebijakan pemberlakuan
merupakan dimensi politik hokum yang
sering dilupakan. Dalam proses pembentukan
UU kebijakan pemberlakuan sangat
penting mengingat harus diterjemahkan ke dalam
UU itu sendiri dan perumusan pasal. Dari
penelitian yang dilakukan terhadap UU bidang
ekonomi, paling tidak, ada 14 ragam kebijakan
pemberlakuan. Dari kesebelas ragam kebijakan
pemberlakuan ini, dua lebih bertujuan untuk
memenuhi formalitas, yaitu demi tujuan pembangunan
nasional dan merespons
kebutuhan
masyarakat. Berbagai permasalahan yang timbul dalam tahap pembentukan UU telah terbukti sebagai
penyebab dari kurang berjalannya hukum di
Indonesia sebagaimana yang diharapkan.
Pembenahan perlu dilakukan tidak saja pada
tahap pelaksanaan UU, tetapi juga pada tahap
pembuatan UU, utamanya yang terkait
dengan kebijakan pemberlakuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar