Pages

Minggu, 05 Mei 2013

REVIEW X - POLITIK HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA



POLITIK HUKUM UU BIDANG EKONOMI DI INDONESIA
- Hikmahanto Juwana –


Nama  : Suri Putri Pertami
Kelas    : 2EB08
NPM    : 26211948

D. MASALAH DALAM MENERJEMAHKAN POLITIK HUKUM KE DALAM PRODUK HUKUM
Keberhasilan dalam menterjemahkan politik hukum akan berpengaruh dalam tahap implementasi dari UU dan pasal-pasalnya. Dari hasil penelitian terhadap UU bidang ekonomi ternyata lemahnya hukum di Indonesia tidak disebabkan semata-mata pada permasalahan yang ada dalam tahap implementasi. Permasalahan juga muncul pada tahap pembentukan UU (law making process). Tahap ini adalah tahap sebelum UU diundangkan. Berikut akan dibahas beberapa permasalahan yang muncul.
a. Konflik Penentuan Politik Hukum dalam Pembuatan UU
Sumber permasalahan pertama yang dapat diidentifikasi adalah adanya ketidaktegasan pembentuk UU dalam penentuan politik hukum, terutama Kebijakan Pemberlakuan. Ini terjadi bila antara Presiden dan DPR terjadi ketidaksesuaian, bahkan sering pula terjadi di  tingkat departemen pada saat rancangan UU dipersiapkan. Ketidaktegasan juga terjadi pada tingkat fraksi yang ada dalam DPR. Sulitnya menentukan politik hukum karena adanya perbedaan kepentingan. Contoh kongkrit adalahUU Ketenagakerjaan di mana terdapat pertentangan kepentingan yang berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Merespons kebutuhan masyarakat harus berbenturan dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian dalam penentuan politik hukum maka pembentuk UU menyelesaikan melalui dua cara. Pertama adalah dengan cara penentuan pemenang. Apabila ketidaksesuaian terjadi antara presiden dan DPR maka ini sangat bergantung dari tarik ulur antardua lembaga ini. Siapa yang mendapat dukungan rakyat akan memenangkan tarik ulur ini. Artinya rakyat menjadi tolok ukur untuk menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Apabila ketidaksesuaian terjadi dilingkungan eksekutif maka penentuan kebijakan pemberlakuan akan diserahkan
kepada presiden. Sementara ketidaksesuaian yang terjadi ditingkat fraksi, pemungutan suara yang akan menyelesaikan.
b. Kekurangcermatan Perancang UU
Perancang UU memiliki peran sangat penting dalam memastikan agar politik hokum dapat diimplementasikan pada saat UU berlaku. Cara memastikan ini adalah dengan merumuskan politik hukum ke dalam perumusan pasal dan ayat sejelas dan seakurat mungkin. Apabila politik hukum telah ditetapkan makamenjadi tugas dari perancang UU untuk  menuangkan politik hukum tersebut ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan kalimat-kalimat hokum. Perumusan pasal sangat penting mengingat aparat penegak hukum nantinya tidak akan merujuk pada konsep melainkan melihat pada perumusan pasal. Beberapa kelemahan UU bidang ekonomi terjadi pada saat konsep tertentu hendak dijadikan kalimat hukum. Alasan yang menjadi pemicu ada beberapa, di antaranya ketidakcukupan waktu, perancang UU tidak memahami sepenuhnya kebijakan dasar maupun pemberlakuan dari UU yang hendak dirancang atau kurang cermat dalam merumuskan pasal, bahkan pemahaman yang kurang baik dari perancang terhadap suatu konsep juga ditenggarai sebagai penyebab. Kelemahan ini berakibat pada rumusan pasal yang berlainan dengan politik hukum yang diinginkan.

E. PENUTUP
Politik hukum di Indonesia dapat dibedakan dalam dua dimensi, yaitu kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan. Kebijakan pemberlakuan merupakan dimensi politik hokum yang sering dilupakan. Dalam proses pembentukan UU kebijakan pemberlakuan sangat penting mengingat harus diterjemahkan ke dalam UU itu sendiri dan perumusan pasal. Dari penelitian yang dilakukan terhadap UU bidang ekonomi, paling tidak, ada 14 ragam kebijakan pemberlakuan. Dari kesebelas ragam kebijakan pemberlakuan ini, dua lebih bertujuan untuk memenuhi formalitas, yaitu demi tujuan pembangunan nasional dan merespons
kebutuhan masyarakat. Berbagai permasalahan yang timbul dalam tahap pembentukan UU telah terbukti sebagai penyebab dari kurang berjalannya hukum di Indonesia sebagaimana yang diharapkan. Pembenahan perlu dilakukan tidak saja pada tahap pelaksanaan UU, tetapi juga pada tahap pembuatan UU, utamanya yang terkait dengan kebijakan pemberlakuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar