Pages

Minggu, 05 Mei 2013

REVIEW II - KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA EKONOMI DI INDONESIA



KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA EKONOMI DI INDONESIA
Iza Fadri
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Nasional
Jl. Sawo Manila Pajetan Pasar Minggu Jakarta
Nama  : Suri Putri Pertami
Kelas    : 2EB08
NPM    : 26211948

Hasil dan Pembahasan
Perkembangan Tindak Pidana Ekonomi di Indonesia
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari semakin pesat. Perkembangan secara factual tidak bisa dipisahkan dari perkembangan ekonomi, karena kedua perkembangan ini saling mendukung satu sama lain.
Mengenai hubungan dialektika antara perkembangan teknologi dan ekonomi di satu sisi dengan perkembangan kejahatan ekonomi, Bakat Purwanto mengemukakan:
“Perkembangan IPTEK tersebut akan memacu pertumbuhan jenis-jenis kejahatn tertentu. Karena setian perkembangan budaya manusia selalu diikuti dengan perkembangan kriminalitas,”crime is ashadow of civilization”. Hukum pidana harus mengikuti perkembangan kriminalitas itu, sehingga diharapkan rasa  keadilan dalam masyarakat dapat dijamin serta hukum tidak ketinggalan jaman. Bahkan hukum harus dapat mencegah dan mengatasi kejahatan-kejahatan yang bakal muncul”.
Tindak pidana adalah perilaku (conduct) yang oleh undang-undang pidana yang berlaku (hukum pidana positif) telah dikriminalisasi, oleh karena itu, pelakunya dapat dijatuhi sanksi pidana. Istilah tindak pidana dalam pustaka hukum bahasa Inggris digunakan istilah crime atau offence. Sesuai dengan pembagian perilaku menjadi commission dan omission, tindak pidana juga dapat dikategorikan sebagai criminal act atau criminal commission dan criminal omission.
Hal itu dapat disimpulkan dari berbagai tulisan berbahasa Inggris yang dikarang oleh beberapa ahli hukum mengenai definisi atau pengertian dari crime. Menurut Blackstone:
“A crime was a violation of the public rights and duties due to the whole community considered as acommunity”. This definition came from mideighteenth century from one ofthe leading commentator on English Law. More up to date are the definitions which include a breach of duty imposed by law for the benefit of community at large” and a wrong “whose sanction is punitive and is no way remissible by the Crown alone if remissible at all”.
Tindak pidana ekonomi apabila dilihat secara substantif pada hakekatnya merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap etika dan hukum. Bidang cakupan kedua disiplin tersebut sebenarnya saling jalin-menjalin dan tidak tumpang tindih. Hukum menemukan batas-batasnya dalam wujud potensi pemberdayaan pada tingkat praktis dan seberapa jauh fakta dapat diverifikasi. Karena itu, hukum hanya dapat diejawantahkan melalui proses hukum acara yang formal. Sementara etika (tertib moral) pada dasarnya merupakan infrastruktur hukum. Banyak larangan atau perintah hukum yang selintas tampak tidak membumi seringkali megungkapkan landasan etik setelah ditelaah lebih mendalam.
Thomas Aquino mengatakan sebagai berikut:
“ketaatan terhadap suatu peraturan yang meragukan ternyata memiliki kandungan nilai moralitas menjaga kewibawaan tertib negara. Karena itu, kita harus tetap menghormatinya dalam hati nurani kita (proper vitandum scandalum vel turbationem) kecuali bila kita berkeyakinan untuk melakukan revolusi karena ternyata negara tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik”.
Meskipun demikian, kandungan etika di dalam hukum khususnya hukum pidana sebenarnya terbatas. Hukum pidana beranjak dari suatu “batas etik minimum”. Dengan kata lain, dalam etika/moral ihwalnya adalah tentang baik dan jahat, sedangkan di dalam hukum pidana persoalannya adalah tentang jahat dan kurang jahat.

Tindak Pidana Ekonomi Berawal dari Pelanggaran Etika Bisnis
Tindak pidana ekonomi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang secara professional menjadi bagian dari kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi dll), namun pelaksanaannya dengan caracara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Kegiatan ekonomi membutuhkan keberadaan berbagai profesi, seperti pengusaha, buruh/karyawan, konsultan, distributor dan masih banyak lagi profesi terkait dengan kegiatan ekonomi. Oleh karena dalam kenyataan “each day the professional must frequently shuttle between his private moral world and a different proffesional world-a world of clients, corporations, and patients-, When faced with a situation in his profesional world he may respond to it in an infinitely different manner than his private moral system might dictate”. Kode etik sebagai pedoman untuk bertingkah laku tidak terlepas dari pertimbangan yang berdimensi moral sebagaimana makna yang dikandung dalam kata “ethics” atau “ethikos”. Bagi yang menjalankan profesi tertentu maka kode etik menuntut agar mereka menjalankan profesinya dengan bertanggung jawab dan dalam menjalankan profesinya menghormati hak-hak orang lain. Sehubungan dengan itu, maka menurut S.Y. Balian “In his professional life, he is playing a “role”according to a general script provided by his profession”.
Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:
a. Shidiq (Jujur); Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengadangada fakta, tidak bekhianat, serta tidak pernah ingkar janji merupakan bentuk perbuatan yang harus dilakukan oleh pengusaha muslim. Dalam Al Qur’an, keharusan bersikap jujur dalam berdagang, berniaga dan atau jual beli, sudah diterangkan dengan sangat jelas dan tegas yang antara lain kejujuran tersebut di beberapa ayat dihuhungkan dengan pelaksanaan timbangan, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”.
b. Amanah(Tanggung jawab); Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah(kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya.
c. Tidak Menipu; Rasulullah SAW selalu memperingatkan kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang cenderung mengadaada, semata-mata agar barang dagangannya laris terjual. Sabda Rasulullah SAW: “Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburuk-buruk tempat adalah pasar”. (HR.Thabrani)
d. Menepati Janji; Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya kepada Allah SWT.
e. Murah Hati; Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab. Sementara itu, untuk praktik bisnis di Indonesia dapat ditemukan komitmen pengusaha Indonesia dalam Anggaran Dasar KADIN yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2006 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KADIN. Pada Anggaran Dasar tersebut, pengusaha Indonesia dengan dilandasi jiwa yang luhur, bersih, transparan, dan profesional, serta produktif dan inovatif harus membina dan mengembangkan kerja sama sinergistik yang seimbang dan selaras, baik sektoral dan lintassektoral, antarskala, daerah, nasional maupun internasional, dalam rangka mewujudkan iklim usaha yang sehat dan dinamis untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi dunia usaha Indonesia dalam ikut serta melaksanakan pembangunan nasional dan daerah di bidang ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar